Wednesday, January 29, 2014

Setahun Kenangan [part 2]

2013
Dengan tekad kuat untuk masuk Pendidikan Dokter, semua jalur masuk aku coba, kecuali jalur haram tentunya. Bahkan aku juga mencoba menembus perguruan tinggi swasta (PTS).

PTS yang aku coba pertama kali adalah PTS dengan Pendidikan Dokter berakreditasi A yang ada di Jogja. Seleksi di sana cukup ketat, bahkan terkenal 'ngeri' dibandingkan dengan PTS yang lain. Alhamdulillah, untuk kali ini aku merasa Allah begitu melancarkan jalanku. Aku diterima di PTS tersebut.

Tidak berhenti hanya diterima di PTS, aku tetap melanjutkan perjuangan untuk diterima di PTN. Bukan karena prestis, melainkan karena biaya kuliah di PTS yang tentunya jauh lebih banyak.

Hari demi hari berjalan, sampai akhirnya bulan Mei pun datang. Aku mengikuti sebuah try out untuk pertama dan terakhir kalinya di luar try out dari bimbel, yaitu try out SKELETON di FK UNS. Hasilnya mencengangkan. Di antara 800an manusia yang ikut, aku peringkat 5. Bagimu mungkin itu biasa. Tapi tidak bagi seorang yang merasa dirinya kasta terendah.


Tiket Try Out *nama sengaja nyamar*

Peringkat 10 besar
Tujuan hidup pun berubah. Aku yang sekian tahun lalu pernah mengubur dalam-dalam cita-cita menjadi mahasiswi UGM pun mulai berpikir, "Apakah Allah akan mengganti kegagalanku masuk UNS dengan tempat yang lebih baik seperi UGM?"

Setelah konsultasi panjang dengan seorang tentor SSCi, istikhoroh berhari-hari, masukan dari ummi dan teman-teman, serta motif balas dendam atas kegagalan tahun lalu, aku memilih tiga prodi Pendidikan Dokter di tiga PTN berbeda.
  1. Pendidikan Dokter UGM
  2. Pendidikan Dokter UNS
  3. Pendidikan Dokter UNPAD
Ini keputusan sedikit gila bagi penilaian sebagian besar orang. Aku tahu aku tidak merasa cukup mampu, bahkan aku pun kadang ngeri sendiri. Tapi itulah pilihanku.

Di try out terakhir SSCi, kebetulan aku peringkat 1 dengan nilai 57%. Kalau bicara passing grade, passing grade Pendidikan Dokter UGM adalah 58% di SSCi. Dan menurut cerita beberapa teman yang sudah diterima di PTN sesuai cita-citanya, biasanya mereka yang tidak lulus pilihan 1 di try out akan lulus di ujian yang sebenarnya karena tingkat kesulitan soal di try out lebih tinggi daripada di ujian. Berdasar pada teori senior itulah aku menjadi lebih percaya diri. Optimis.

Tapi...kenyataan sedikit berbeda dari prediksi. Qodarullah, aku diterima di Pendidikan Dokter UNS. Untungnya ketika itu aku sudah pasrah sebesar-besar pasrah yang aku bisa. Aku tidak penah mendikte Allah untuk membuatkanku takdir aku diterima di PTN. 

"Ya Allah, berikanlah aku hasil terbaik. Lapangkanlah hatiku untuk menerima apapun keputusan-Mu."

APAPUN. Entah PTS, entah PTN. Entah itu UGM atau bukan, jika Allah menganggap tempat itu paling baik untukku, aku berharap aku bisa lapang hati menerima takdir tersebut. Meskipun aku ingin sekali diterima di UGM, tapi diterima di UNS pun aku sangat senang, terharu, merasa beruntung. Tapi tidak terlalu bangga, tidak down, tidak sedih. Hanya bersyukur.

Sejak kegagalan tersebut aku jadi tahu bahwa semua benar milik Allah. Jika Allah berkehendak kita menerima titipan itu, sekalipun kita sangat tidak ingin menerimanya, kita akan menerimanya juga. Itulah yang menjadi pukulan keras untukku karena sebelumnya aku selalu menganggap benar teori klasik, "Jika kita berusaha, kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan." Ternyata, tidak semua kasus mengaplikasikan teori ini.


Dan lagi, semenjak kegagalan itu, aku tidak pernah membandingkan lagi diriku dengan orang lain. Karena membandingkan diri kita dengan orang lain akan membuatmu meremehkan orang lain, atau membuat dirimu merasa inferior, atau membuatmu terlalu cepat berpuas diri. Aku  bisa saja berjalan di tengah orang yang berlari. Kenapa harus takut? Aku bisa berlari lebih cepat jika aku mau.


Satu teori baru yang aku rumuskan sendiri setelah kegagalan itu, "Terkadang kita harus jatuh ke titik paling rendah untuk tahu seberapa hebat diri kita."


Asalkan itu tidak salah, lakukan sesuai kata hatimu. Tutup telingamu. Jangan dengarkan segala 'underestimate' dan 'pressure' di sekelilingmu. Pakai saja matamu untuk melihat ke depan mimpi-mimpi yang pernah kamu tata rapi dalam doa-doamu. SEMANGAT.
Read More»»

Sunday, September 15, 2013

Setahun Kenangan [part 1]

Postingan ini spesial dibuat atas request dari Lu'lu'i Khirunnisa. Jujur aku tidak menganggap ini kisah perjalanan yang perlu ditulis karena setiap orang pasti mempunyai moment seperti ini dalam hidupnya. Cerita ini terlalu biasa. Klise. Berusaha dalam meraih apa yang dia inginkan. Kemudian dia gagal. Lalu berusaha untuk bisa berusaha lagi.
2012
Perkenalkan, aku adalah orang yang bercita-cita menjadi dokter. Kalau dibuat sistem kasta di sekolah, mungkin aku salah satu penghuni kasta terendah. Kecerdasan pas-pasan, sering kena remidi, jarang dapat nilai tertinggi, tidak aktif dalam pembelajaran di kelas, bukan organisator, pemalu, suka rendah diri. Cupu bukan? But, that's the real me.

Umurku 18 tahun. Kegagalan terbesar sepanjang 18 tahun hidupku adalah ketika SNMPTN tulis 2012. Di hari pengumuman itu, aku resmi ditolak di Pendidikan Dokter UNS dan Pendidikan Dokter Gigi UGM.

Aku mengurung diri di rumah. Mengutuk takdir Allah. Sejenak menjadi kufur nikmat. Aku membuka jejaring sosial, berpura-pura jujur pada mereka bahwa aku baik-baik saja. Mendadak menjadi gila. Seakan-akan hidupku berhenti saat itu. Masa depanku terlalu suram sehingga aku menganggapnya tidak ada. Alay? Iya sih. Intinya, aku begitu terpukul dan putus asa.

Banyak teman bersimpati dan berusaha menguatkanku. Tapi semua mendekati tidak berguna. Karena aku tahu, mereka tidak benar-benar tahu bagaimana rasanya. Begini nih, kata mereka.
"Semangat ya, Yas. Kamu pasti bisa. Insya Allah ini yang terbaik buat kamu."
Dan setelah itu, mereka pasti bertanya sesuatu yang jawabannya makin membuat suasana penuh duka.
"Lha trus rencana ke depanmu pie? Kuliah di mana?”
Dengan sisa-sisa semangat yang aku punya, aku mulai berharap aku bisa menjadi mahasiswi Pendidikan Dokter melalui jalur-jalur yang tersisa. Tapi ternyata aku juga gagal di swadana UNS, UM UNDIP, dan SIMAK UI. Apa boleh buat. Dengan usaha melapangkan hati yang maksimal, aku harus memilih jalan satu-satunya yang aku punya sejak awal, Kebidanan UNS. Ya, saat itu aku calon bidan. Calon bidan yang belum bisa melupakan cita-citanya. *haish* 

Kalian tahu rasanya? Saat itu tekanan dari luar begitu kuat tepat ketika dirimu begitu rapuh dan sedang ingin menguatkan diri. Yaaaap. Aku mendengar banyak cibiran.
“Lhooo pie tho? Mosok ibuke dokter umum anake bidan? Yo mbok spesialis.”
"Realistis wae lah. Nek misal koe ra mampu yo wes golek wae jurusan liyane. Allah paling tau yang pas buat hamba-Nya."

Halo sobat. Cita-cita saya tidak sebesar membuat kehidupan di planet pluto, saya hanya ingin menjadi dokter. Saya anak SMA dan saya masuk jurusan IPA. Ada yang salah dengan jalan yang saya ambil?

Karena takut menyesal seumur hidup, akhirnya aku membulatkan tekad untuk mengulang ujian tulis SNMPTN tahun depan. Bersama seorang sahabat dari Kebidanan UNS yang kebetulan juga teman satu les di LIA, Anisa Hasanah, aku muter-muter cari info bimbel di Solo yang pas dengan jadwal kuliah. Dan .... Jeng jeng jeng jeng! Aku menemukan SSCi.

Kampus SSCi letaknya hanya beberapa meter dari SMAku dan tidak jauh dari kampus Kebidanan UNS. Selain lokasinya yang familiar untukku, SSCi juga mudah dijangkau dari kampus. Jadi kalau ada jam kosong bisa ngacir ke SSCi. 

Di SSCi aku menemukan keluarga. Daripada menyebutnya sebagai tempat bimbel, aku lebih merasa SSCi adalah rumah kedua. Tentornya ramah dan akrab membuat mereka seperti kakak sendiri. Tempatnya nyantai seperti di rumah. Temennya gokil tapi serius belajar, membuat suasana menjadi konsusif dan kompetitif. Cara belajarnya pun bukan cara belajar zombie yang hanya datang, duduk, mendengarkan, nyatet, pulang.

Di sana aku diberi semacam terapi psikologis (atau apalah namanya) oleh Mas Enha, guru besar fisika, untuk mengembalikan semangat belajarku yang belum bisa kembali seperti dulu. Kadang sekelebat muncul pikiran, "Udah capek-capek usaha nanti kalau gagal lagi trus kecewa lagi gimana?" Yah, mungkin masih ada efek trauma akan kegagalan. Dan Mas Enha bilang,
"Saiki ngene wes. Kalo kamu malas belajar, apa pantes kamu jadi dokter?"
Mulai hari itu aku mantes-manteske diri untuk bisa lolos di SNMPTN tulis tahun depan. Mulai mencoba semangat lagi. Belajar lagi. Dari nol. Dari persamaan kuadrat, struktur atom, GLB dan GLBB, virus. Memulai dari yang paling sederhana yang mungkin waktu itu aku merasa sudah memahaminya.

Waktu itu aku juga hang out ke XXI bersama Rere dan Kikik. Rere bilang,
"Mungkin kita dibuat gagal sama Allah karena kita waktu itu terlalu sombong. Kurang doa. Suka nge-underestimate orang. Liat aja sekarang. Si X, si Y, si Z, sing biasane ning try out bijine pas-pasan iso mlebu Pendidikan Dokter UNS."
"Dan saiki ojo mikir sing negatif meneh. Ojo ngomong, 'Ngko nek ra ketompo meneh pie?' Tapi ngomongo, 'Yo dongakke wae mugo-mugo ketompo.'"
Semangat itu mulai ada. Dan aku mulai berbenah diri. :)
Read More»»

Thursday, July 4, 2013

Merah Muda yang Sederhana

Aku melihat sebait tulisanmu pagi ini. Kubaca. Maka sekali lagi itu benar, huruf tidak pernah sekedar menjadi kata jika kau yang menulisnya. Sesederhana apapun itu, selalu hadir makna bahkan dalam setiap spasi-nya.

Kamu muncul sekelebat dalam pikiran. Ya, sekelebat-sekelebat saja, tapi selalu.

Dirimu yang aku sebut adorable tapi undefined, psikotropika yang diabaikan oleh para ilmuwan. Apakah kau punya sebutan untuk ini? Ini adalah bagian dari sebuah warna tak disengaja. Merahku dan putihmu, yang entah kapan tercampur menjadi gradasi baru, merah muda yang sederhana.


Read More»»

Monday, December 3, 2012

Teddy Bear ^^

This is one of the cutest thing that makes me envy. Yap, TEDDY BEAR. ^^ I want it so much. Anyone, who want to buy a teddy bear for me? Aaaaak. Unyu. >.<








They are cute. I am beautiful. We are a matched couple, right? Hihi.
Read More»»

Monday, November 5, 2012

Berbenah

"It still hurts after 3 months. Whenever someone talks about it. It was the first time thing didn't work out like I had planned. You know yas, anything related to 'it' can be very sensitive after that day. People might judge you, talk behind you or talk in front of you without knowing how much you suffer of losing 'it', after many months of working hard to keep 'it'. The pressure keeps going on even after you've chosen the remain option, like no failure would be acceptable for those people just because you never fail before :')."
- Elfrieda Rahma -


Kata-katanya Elprid aku banget .. :D

3 bulan berlalu setelah hari itu, tapi mindset belum juga berubah. Aku jadi merasa menjadi orang dengan progress paling stagnan. Sementara teman-temanku sudah bisa kembali menjadi orang-orang yang semangatnya selalu mengagumkan. #kangen

Seperti daun yang baru saja gugur dari pohon, akhir-akhir ini aku kehilangan kemampuan untuk mengontrol arah dan tujuan. Terbawa angin, dihembus ke mana pun aku tidak mampu melawan. Beginilah cerita saat kamu berjuang sendirian melawan arus. Tidak ada kontrol lain selain kontrolmu sendiri.

Ini yang disebut dengan fase futur kronis. Bingung berat di mana sebenarnya aku bisa menemukan kembali 'semangat' dan 'fokus'. Ayo berbenah! Jangan menyiakan kesempatan kedua. Semangat! :)
Read More»»