2013
Dengan tekad kuat untuk masuk Pendidikan Dokter, semua jalur masuk aku coba, kecuali jalur haram tentunya. Bahkan aku juga mencoba menembus perguruan tinggi swasta (PTS).
PTS yang aku coba pertama kali adalah PTS dengan Pendidikan Dokter berakreditasi A yang ada di Jogja. Seleksi di sana cukup ketat, bahkan terkenal 'ngeri' dibandingkan dengan PTS yang lain. Alhamdulillah, untuk kali ini aku merasa Allah begitu melancarkan jalanku. Aku diterima di PTS tersebut.
Tidak berhenti hanya diterima di PTS, aku tetap melanjutkan perjuangan untuk diterima di PTN. Bukan karena prestis, melainkan karena biaya kuliah di PTS yang tentunya jauh lebih banyak.
Hari demi hari berjalan, sampai akhirnya bulan Mei pun datang. Aku mengikuti sebuah try out untuk pertama dan terakhir kalinya di luar try out dari bimbel, yaitu try out SKELETON di FK UNS. Hasilnya mencengangkan. Di antara 800an manusia yang ikut, aku peringkat 5. Bagimu mungkin itu biasa. Tapi tidak bagi seorang yang merasa dirinya kasta terendah.
Tiket Try Out *nama sengaja nyamar* |
Peringkat 10 besar |
Tujuan hidup pun berubah. Aku yang sekian tahun lalu pernah mengubur dalam-dalam cita-cita menjadi mahasiswi UGM pun mulai berpikir, "Apakah Allah akan mengganti kegagalanku masuk UNS dengan tempat yang lebih baik seperi UGM?"
Setelah konsultasi panjang dengan seorang tentor SSCi, istikhoroh berhari-hari, masukan dari ummi dan teman-teman, serta motif balas dendam atas kegagalan tahun lalu, aku memilih tiga prodi Pendidikan Dokter di tiga PTN berbeda.
- Pendidikan Dokter UGM
- Pendidikan Dokter UNS
- Pendidikan Dokter UNPAD
Ini keputusan sedikit gila bagi penilaian sebagian besar orang. Aku tahu aku tidak merasa cukup mampu, bahkan aku pun kadang ngeri sendiri. Tapi itulah pilihanku.
Di try out terakhir SSCi, kebetulan aku peringkat 1 dengan nilai 57%. Kalau bicara passing grade, passing grade Pendidikan Dokter UGM adalah 58% di SSCi. Dan menurut cerita beberapa teman yang sudah diterima di PTN sesuai cita-citanya, biasanya mereka yang tidak lulus pilihan 1 di try out akan lulus di ujian yang sebenarnya karena tingkat kesulitan soal di try out lebih tinggi daripada di ujian. Berdasar pada teori senior itulah aku menjadi lebih percaya diri. Optimis.
Di try out terakhir SSCi, kebetulan aku peringkat 1 dengan nilai 57%. Kalau bicara passing grade, passing grade Pendidikan Dokter UGM adalah 58% di SSCi. Dan menurut cerita beberapa teman yang sudah diterima di PTN sesuai cita-citanya, biasanya mereka yang tidak lulus pilihan 1 di try out akan lulus di ujian yang sebenarnya karena tingkat kesulitan soal di try out lebih tinggi daripada di ujian. Berdasar pada teori senior itulah aku menjadi lebih percaya diri. Optimis.
Tapi...kenyataan sedikit berbeda dari prediksi. Qodarullah, aku diterima di Pendidikan Dokter UNS. Untungnya ketika itu aku sudah pasrah sebesar-besar pasrah yang aku bisa. Aku tidak penah mendikte Allah untuk membuatkanku takdir aku diterima di PTN.
"Ya Allah, berikanlah aku hasil terbaik. Lapangkanlah hatiku untuk menerima apapun keputusan-Mu."
APAPUN. Entah PTS, entah PTN. Entah itu UGM atau bukan, jika Allah menganggap tempat itu paling baik untukku, aku berharap aku bisa lapang hati menerima takdir tersebut. Meskipun aku ingin sekali diterima di UGM, tapi diterima di UNS pun aku sangat senang, terharu, merasa beruntung. Tapi tidak terlalu bangga, tidak down, tidak sedih. Hanya bersyukur.
Sejak kegagalan tersebut aku jadi tahu bahwa semua benar milik Allah. Jika Allah berkehendak kita menerima titipan itu, sekalipun kita sangat tidak ingin menerimanya, kita akan menerimanya juga. Itulah yang menjadi pukulan keras untukku karena sebelumnya aku selalu menganggap benar teori klasik, "Jika kita berusaha, kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan." Ternyata, tidak semua kasus mengaplikasikan teori ini.
Dan lagi, semenjak kegagalan itu, aku tidak pernah membandingkan lagi diriku dengan orang lain. Karena membandingkan diri kita dengan orang lain akan membuatmu meremehkan orang lain, atau membuat dirimu merasa inferior, atau membuatmu terlalu cepat berpuas diri. Aku bisa saja berjalan di tengah orang yang berlari. Kenapa harus takut? Aku bisa berlari lebih cepat jika aku mau.
Satu teori baru yang aku rumuskan sendiri setelah kegagalan itu, "Terkadang kita harus jatuh ke titik paling rendah untuk tahu seberapa hebat diri kita."
Asalkan itu tidak salah, lakukan sesuai kata hatimu. Tutup telingamu. Jangan dengarkan segala 'underestimate' dan 'pressure' di sekelilingmu. Pakai saja matamu untuk melihat ke depan mimpi-mimpi yang pernah kamu tata rapi dalam doa-doamu. SEMANGAT.
Sejak kegagalan tersebut aku jadi tahu bahwa semua benar milik Allah. Jika Allah berkehendak kita menerima titipan itu, sekalipun kita sangat tidak ingin menerimanya, kita akan menerimanya juga. Itulah yang menjadi pukulan keras untukku karena sebelumnya aku selalu menganggap benar teori klasik, "Jika kita berusaha, kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan." Ternyata, tidak semua kasus mengaplikasikan teori ini.
Dan lagi, semenjak kegagalan itu, aku tidak pernah membandingkan lagi diriku dengan orang lain. Karena membandingkan diri kita dengan orang lain akan membuatmu meremehkan orang lain, atau membuat dirimu merasa inferior, atau membuatmu terlalu cepat berpuas diri. Aku bisa saja berjalan di tengah orang yang berlari. Kenapa harus takut? Aku bisa berlari lebih cepat jika aku mau.
Satu teori baru yang aku rumuskan sendiri setelah kegagalan itu, "Terkadang kita harus jatuh ke titik paling rendah untuk tahu seberapa hebat diri kita."
Asalkan itu tidak salah, lakukan sesuai kata hatimu. Tutup telingamu. Jangan dengarkan segala 'underestimate' dan 'pressure' di sekelilingmu. Pakai saja matamu untuk melihat ke depan mimpi-mimpi yang pernah kamu tata rapi dalam doa-doamu. SEMANGAT.