Postingan ini spesial dibuat atas request dari Lu'lu'i Khirunnisa. Jujur aku tidak menganggap ini kisah perjalanan yang perlu ditulis karena setiap orang pasti mempunyai moment seperti ini dalam hidupnya. Cerita ini terlalu biasa. Klise. Berusaha dalam meraih apa yang dia inginkan. Kemudian dia gagal. Lalu berusaha untuk bisa berusaha lagi.
2012
Perkenalkan, aku adalah orang yang bercita-cita menjadi dokter. Kalau dibuat sistem kasta di sekolah, mungkin aku salah satu penghuni kasta terendah. Kecerdasan pas-pasan, sering kena remidi, jarang dapat nilai tertinggi, tidak aktif dalam pembelajaran di kelas, bukan organisator, pemalu, suka rendah diri. Cupu bukan? But, that's the real me.
Umurku 18 tahun. Kegagalan terbesar sepanjang 18 tahun hidupku adalah ketika SNMPTN tulis 2012. Di hari pengumuman itu, aku resmi ditolak di Pendidikan Dokter UNS dan Pendidikan Dokter Gigi UGM.
Aku mengurung diri di rumah. Mengutuk takdir Allah. Sejenak menjadi kufur nikmat. Aku membuka jejaring sosial, berpura-pura jujur pada mereka bahwa aku baik-baik saja. Mendadak menjadi gila. Seakan-akan hidupku berhenti saat itu. Masa depanku terlalu suram sehingga aku menganggapnya tidak ada. Alay? Iya sih. Intinya, aku begitu terpukul dan putus asa.
Banyak teman bersimpati dan berusaha menguatkanku. Tapi semua mendekati tidak berguna. Karena aku tahu, mereka tidak benar-benar tahu bagaimana rasanya. Begini nih, kata mereka.
"Semangat ya, Yas. Kamu pasti bisa. Insya Allah ini yang terbaik buat kamu."
Dan setelah itu, mereka pasti bertanya sesuatu yang jawabannya makin membuat suasana penuh duka.
"Lha trus rencana ke depanmu pie? Kuliah di mana?”
Dengan sisa-sisa semangat yang aku punya, aku mulai berharap aku bisa menjadi mahasiswi Pendidikan Dokter melalui jalur-jalur yang tersisa. Tapi ternyata aku juga gagal di swadana UNS, UM UNDIP, dan SIMAK UI. Apa boleh buat. Dengan usaha melapangkan hati yang maksimal, aku harus memilih jalan satu-satunya yang aku punya sejak awal, Kebidanan UNS. Ya, saat itu aku calon bidan. Calon bidan yang belum bisa melupakan cita-citanya. *haish*
Kalian tahu rasanya? Saat itu tekanan dari luar begitu kuat tepat ketika dirimu begitu rapuh dan sedang ingin menguatkan diri. Yaaaap. Aku mendengar banyak cibiran.
“Lhooo pie tho? Mosok ibuke dokter umum anake bidan? Yo mbok spesialis.”
"Realistis wae lah. Nek misal koe ra mampu yo wes golek wae jurusan liyane. Allah paling tau yang pas buat hamba-Nya."
Halo sobat. Cita-cita saya tidak sebesar membuat kehidupan di planet pluto, saya hanya ingin menjadi dokter. Saya anak SMA dan saya masuk jurusan IPA. Ada yang salah dengan jalan yang saya ambil?
Karena takut menyesal seumur hidup, akhirnya aku membulatkan tekad untuk mengulang ujian tulis SNMPTN tahun depan. Bersama seorang sahabat dari Kebidanan UNS yang kebetulan juga teman satu les di LIA, Anisa Hasanah, aku muter-muter cari info bimbel di Solo yang pas dengan jadwal kuliah. Dan .... Jeng jeng jeng jeng! Aku menemukan SSCi.
Kampus SSCi letaknya hanya beberapa meter dari SMAku dan tidak jauh dari kampus Kebidanan UNS. Selain lokasinya yang familiar untukku, SSCi juga mudah dijangkau dari kampus. Jadi kalau ada jam kosong bisa ngacir ke SSCi.
Di SSCi aku menemukan keluarga. Daripada menyebutnya sebagai tempat bimbel, aku lebih merasa SSCi adalah rumah kedua. Tentornya ramah dan akrab membuat mereka seperti kakak sendiri. Tempatnya nyantai seperti di rumah. Temennya gokil tapi serius belajar, membuat suasana menjadi konsusif dan kompetitif. Cara belajarnya pun bukan cara belajar zombie yang hanya datang, duduk, mendengarkan, nyatet, pulang.
Di sana aku diberi semacam terapi psikologis (atau apalah namanya) oleh Mas Enha, guru besar fisika, untuk mengembalikan semangat belajarku yang belum bisa kembali seperti dulu. Kadang sekelebat muncul pikiran, "Udah capek-capek usaha nanti kalau gagal lagi trus kecewa lagi gimana?" Yah, mungkin masih ada efek trauma akan kegagalan. Dan Mas Enha bilang,
"Saiki ngene wes. Kalo kamu malas belajar, apa pantes kamu jadi dokter?"
Mulai hari itu aku mantes-manteske diri untuk bisa lolos di SNMPTN tulis tahun depan. Mulai mencoba semangat lagi. Belajar lagi. Dari nol. Dari persamaan kuadrat, struktur atom, GLB dan GLBB, virus. Memulai dari yang paling sederhana yang mungkin waktu itu aku merasa sudah memahaminya.
Waktu itu aku juga hang out ke XXI bersama Rere dan Kikik. Rere bilang,
"Mungkin kita dibuat gagal sama Allah karena kita waktu itu terlalu sombong. Kurang doa. Suka nge-underestimate orang. Liat aja sekarang. Si X, si Y, si Z, sing biasane ning try out bijine pas-pasan iso mlebu Pendidikan Dokter UNS."
"Dan saiki ojo mikir sing negatif meneh. Ojo ngomong, 'Ngko nek ra ketompo meneh pie?' Tapi ngomongo, 'Yo dongakke wae mugo-mugo ketompo.'"
Semangat itu mulai ada. Dan aku mulai berbenah diri. :)
yyeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee .. ditunggu part 2 :DD
ReplyDelete"Kalo kamu malas belajar, apa pantes kamu jadi dokter?"
ReplyDeleteJleb, aku yang sekarang di pendidikan dokter merasa tersindir karena kadang aku malas belajar.
sepertinya pernah baca deh tulisan ini... dibuku... apa gitu :p
ReplyDeleteIya Om. Aku masukin ke Buku "Jika Aku Menjadi Dokter" hehe :D
DeleteMaap baru bales. Baru buka blog lagi.