Monday, August 1, 2011

Untukmu Calon Dokter ..

Rekan yang terhormat,

Jika Anda ingin menjadi dokter untuk bisa kaya raya, maka segeralah kemasi barang-barang Anda. Mungkin fakultas ekonomi lebih tepat untuk mendidik anda menjadi businessman bergelimang rupiah. Daripada Anda harus mengorbankan pasien dan keluarga Anda sendiri demi mengejar kekayaan.

Jika Anda ingin menjadi dokter untuk mendapatkan kedudukan sosial tinggi di masyarakat, dipuja dan didewakan, maka silahkan kembali ke Mesir ribuan tahun yang lalu dan jadilah fir’aun di sana. Daripada Anda di sini harus menjadi arogan dan merendahkan orang lain di sekitar Anda hanya agar Anda terkesan paling berharga.

Jika Anda ingin menjadi dokter untuk memudahkan mencari jodoh atau menarik perhatian calon mertua, mungkin lebih baik Anda mencari agency selebritis yang akan mengorbitkan Anda sehingga menjadi artis pujaan para wanita. Daripada Anda bersembunyi di balik topeng klimis dan jas putih necis, sementara Anda alpa dari makna dokter yang sesungguhnya.

Dokter tidak diciptakan untuk itu, kawan.

Memilih menjadi dokter bukan sekadar agar bisa bergaya dengan BMW keluaran terbaru, bukan sekadar bisa terihat tampan dengan jas putih kebanggaan, bukan sekadar agar para tetangga terbungkuk-bungkuk hormat melihat kita lewat.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengabdian. Mengabdi pada masyarakat yang masih akrab dengan busung lapar dan gizi buruk. Mengabdi pada masyarakat yang masih sering mengunjungi dukun ketika anaknya demam tinggi.

Kasian gaan .. :(


Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan empati, ketika dengan lembut kita merangkul dan menguatkan seorang bapak tua yang baru saja kehilangan anaknya karena malaria.

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kemanusiaan, ketika kita tergerak mengabdikan diri dalam tim medis penanggulangan bencana dengan bayaran cuma-cuma.

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan kepedulian, saat kita terpaku dalam sujud-sujud panjang, mendoakan kesembuhan dan kebahagiaan pasien-pasien kita.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan berbagi, ketika seorang tukang becak menangis di depan kita karena tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit anaknya yang terkena demam berdarah. Lalu dengan senyum terindah yang pernah disaksikan dunia, kita menepuk bahunya dan berkata, “jangan menangis lagi, pak, Insya Allah saya bantu pembayarannya.”

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan kasih sayang, ketika dengan sepenuh cinta kita mengusap lembut rambut seorang anak dengan leukemia dan berbisik lembut di telinganya,”Dik, mau diceritain dongeng nggak oom dokter?”

Memilih jalan menjadi dokter adalah memilih jalan ketegasan, ketika sebuah perusahaan farmasi menjanjikan komisi besar untuk target penjualan obat-obatnya, lalu dengan tetap tersenyum kita mantap berkata, “Maaf, saya tidak mungkin mengkhianati pasien dan hati nurani saya”

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan pengorbanan, saat tengah malam tetangga dari kampung sebelah dengan panik mengetuk pintu rumah kita karena anaknya demam dan kejang-kejang. Lalu dengan ikhlas kita beranjak meninggalkan hangatnya peraduan menembus pekat dan dinginnya malam.

Memilih menjadi dokter adalah memilih jalan terjal lagi mendaki untuk meraih cita-cita kita. Bukan, bukan kekayaan atau penghormatan manusia yang kita cari. Tapi ridha Allah lah yang senantiasa kita perjuangkan.

Yah, memilih menjadi dokter adalah memilih jalan menuju surga, tempat di mana dokter sudah tidak lagi perlu ada…

NB :
Ini bukan provokasi untuk menjadi dokter miskin, bukan juga mengatakan bahwa dokter tidak perlu penghormatan atau hal-hal duniawi lainnya. Tulisan ini hanya sekadar sebuah nasihat untuk diri sendiri dan rekan sejawat semua untuk meluruskan kembali niat kita dalam menjadi seorang dokter. Karena setiap amalan tergantung pada niatnya. Silakan menjadi kaya, silakan menjadi terhormat, asal jangan itu yang menjadi tujuan kita. Dokter terlalu rendah jika diniatkan hanya untuk keuntungan duniawi semata. Mungkin akan sangat susah untuk menggenggam erat idealisme ini nantinya. Namun saya yakin, jika ada kemauan yang kuat dan niat yang tepat, idealisme ini akan terbawa sampai mati. Walaupun harus sendirian dalam memperjuangkannya, walaupun banyak yang mencemooh dan merendahkan. Saya yakin, Allah tidak akan pernah salah menilai setiap usaha dan perjuangan hamba-hamba-Nya. Tidak akan pernah.

Sumber: di sini
Read More»»

Wonderful Camping

7 Juli 2011
Hari itu adalah hari kamis pekan terakhir liburan. Terkisah, empat orang anak ababil sedang mencari kegiatan di detik-detik terakhir liburan meteka. Mereka adalah Endera, Annisa, Nadiya, dan aku. Ya, harus diakui, aku juga menjadi salah satu dari empat anak ababil tersebut. -___-

Kami pergi berkemah untuk mengisi detik-detik terakhir liburan kami. Sekitar pukul lima sore hari, kami bergegas berangkat menuju area perkemahan. Kami berangkat sendiri-sendiri, dan aku adalah orang kedua yang tiba di sana setelah Endera. Karena area perkemahan masih sepi, kami pergi dulu untuk menyiapkan bekal. Tidak jauh-jauh, ada sebuah toko yang cukup megah di sana, namanya Indomar*t. Kami pun memutuskan untuk membeli bekal di sana.

Setelah bekal tercukupi, kami kembali ke area perkemahan. Tidak lama setelah aku dan Endera kembali, Nadiya datang dengan membawa tenda dan peralatan lainnya. Senangnya .. Karena senja telah tiba dan matahari akan segera tenggelam di batas cakrawala, kami segera mendirikan tenda kami, tempat yang rencananya akan kami jadikan tempat tidur.

Ternyata membuat tenda sangat lebih sulit dibanding tidur di dalamnya. (yaiyalah!) Aku, Endera, dan Nadiya menghabiskan waktu yang cukup lama untuk dapat membuatnya berdiri dengan benar. Oh tidaaak! Matahari sudah melambaikan tangan, bersiap pergi meninggalkan kami. Tapi kami beruntung, masih ada bulan, bintang, dan kerlip lampu di sekitar arena perkemahan yang mau membantu kami.

Dan TARAAA ..! Tenda kami berhasil berdiri. Setelah sholat dan mengucap syukur kepada Allah, kami mencari makanan di sekitar perkemahan. Ketika meninggalkan arena perkemahan, kami bertemu dengan Annisa. Lengkap sudah anak ababil berkumpul. Kami segera bergegas berangkat.

Kami melewati jalan terjal dan gelap. Yaa, biasalah kemah. Mana ada yang serba instan? Di ujung kegelapan, kami menemukan cahaya. Itu dia yang kami cari. Kami menyebutnya dengan istilah HIK, alias Hidangan Istimewa Kampung. Aku makan dua bungkus nasi kucing dan segelas es teh. Menyenangkan sekali makan di HIK, meski remang-remang, tapi murah dan dijamin kenyang. Apalagi ditraktir sama Endera. Seru abislah.

Setelah itu kami kembali ke arena perkemahan. Di perjalanan kami sempatkan mampir di Indomar*t untuk (lagi2) membeli bekal. Dan mereka utang aku. Hahaha.

Inilah kemah gaya 2011!! Kami menyiapkan perangkat pendukung kegiatan kami, yaitu laptop, charger laptop, dan oloran. Malam itu kami berencana nonton film horor semalaman. Untuk mengurangi rasa horor di sekitar arena perkemahan, kami memasang lampu-lampu kerlap-kerlip yang unyuu di sekitar tenda.

Oiya, kami tidak menghabiskan malam di dalam tenda. Kami menonton film dan tidur di luar tenda, bersama karpet, bantal, selimut, sembari menikamati keindahan langit. Ternyata enak juga tidur di bawah bintang.

Dan seperti yang udah gue duga sebelumnya. Kami nggak bakal bener-bener nonton film horor. Kami hanya menimati sebuah film horor korea yang juga cenderung ke drama, filmnya menguras otak, bukan adrenalin. Hahaha. Dan tahukan teman-teman apa yang kita tonton setelah itu? We Got Married (WGM) Khuntoria dari episode 1 sampai episode tak terhingga. Bagi yang belum tau, WGM itu adalah salah satu reality show favorit di Indonesia dan Korea yang isinya hal-hal lucu dan romantis. Cari tau sendiri yaa ..

Kami menonton WGm sampai pagi. Aku izin tidur duluan jam 1 pagi, sedangkan tiga teman ababilku, tidur jam 3 pagi.

Paginya, kami bangung kesiangan. Bagi kami alarm cuma mitos karena tidak benar-benar berfungsi. Kami bangun jam 05.15 dan baru sholat subuh jam 05.30. Payah. Rambut kami lepek, basah, dijatuhi embun. Kulit kami meringding kedinginan dibelai angin pagi. Beginilah suasana ketika menyatu dengan alam. Setelah itu kami lanjut nonton WGM, dan baru beres-beres yenda ketika matahari sudah berada tepat di atas kami.
Tampilan kami waktu nonton pilm


NB:
Lokasi kemah di lantai 3 rumah Endera Ayu Luviana, Fajar Indah, Colomadu, Karanganyar. :D
Read More»»