Wednesday, September 28, 2011

Apa Itu Buta Warna?

Buta warna, seperti namanya, merupakan sebuah penyakit -lebih tepat disebut kelainan-, yang menyebabkan seseorang tidak mampu membedakan warna. Masyarakat sering salah kaprah mengenai penyakit ini. Banyak yang mengira penderita buta warna hanya mampu menerjemahkan warna hitam dan putih saja. Padahal sebenarnya penyakit ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe buta warna, di antaranya:

  1. Monokromasi, tipe inilah yang paling dikenal oleh orang umum. Kondisi ini ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina.
  2. Dikromasi, yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Dikromasi dibagi menjadi 3, yaitu:
    • Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah atau perpaduannya kurang.
    • Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau.
    • Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan.
  3. Trikomasi, yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitivitas warna dari satu atau lebih sel kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh orang-orang. Ada tiga klasifikasi turunan pada trikomasi:
    • Protanomali, seorang buta warna lemah mengenal merah.
    • Deuteromali, warna hijau akan sulit dikenali oleh penderit.
    • Trinomali, kondisi di mana warna biru sulit dikenali penderita.
Mengapa bisa terjadi?
Faktor utama terjadinya buta warna adalah faktor genetis, di mana sifat-sifat buta warna itu mau tidak mau menurun sejak manusia itu lahir dan akan diturunkan pula ke generasi penerus mereka. Sifat-sifat ini berupa genotipe (sifat yang tidak tampak dari luar) yang akan dimanifestasikan ke dalam fenotip (sifat yang tampak dari luar). Manusia memiliki 46 kromosom, yang tersusun atas 44 autosom dan 2 gonosom. Gonosom XX untuk perempuan dan XY untuk laki-laki. Autosom maupun gonosom inilah yang akan membawa sifat-sifat tersebut.

Laki-laki dan perempuan memiliki autosom yang sama, baik dari segi jumlah maupun jenis. Oleh karena itu, apabila suatu sifat dihantarkan melalui autosom, maka laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan maupun tidak mendapatkan sifat tersebut.


Lain halnya apabila gonosom yang membawa sifat-sifat. Seperti yang kita ketahui, laki-laki dan perempuan memiliki gonosom yang berbeda, yaitu laki-laki XY dan perempuan XX. Oleh karena itu, apabila suatu sifat terkait dengan kromosom tertentu, misalnya X, maka sifat tersebut akan lebih mudah diturunkan pada laki-laki, karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X. Dan akan diturunkan pada perempuan apabila kedua kromosom X menggandeng sifat-sifat tersebut. Apabila hanya salah satu kromosom X-nya yang membawa sifat-sifat tersebut, maka penurunan sifat belum tentu terjadi. Kebanyakan hanya akan membuat perempuan tersebut menjadi carrier atau pembawa sifat. Ia tidak mendapatkan sifat tersebut secara fenotip, namun akan menurunkan sifat tersebut pada anaknya. Dan apabila sifat tersebut terkait dengan kromosom Y, dapat dipastikan sifat tersebut tidak akan diturunkan pada perempuan, yang notabene kedua kromosomnya adalah X.


Namun dalam kasus buta warna, buta warna diturunkan oleh kromosom X. Mungkin penjelasan yang rumit di atas dapat dipersingkat melalui penjelasan dalam gambar di bawah ini:


Karena itulah buta warna lebih sering ditemukan pada pria (7-8%) daripada wanita (0.4-0.5%). Seorang ayah yang buta warna dapat memiliki anak perempuan normal yang pembawa buta warna ataupun anak laki-laki yang buta warna. Apabila wanita pembawa buta warna menikah dengan pria normal sekalipun, ia masih mungkin memiliki anak laki-laki yang buta warna. Anak perempuan buta warna hanya mungkin dihasilkan dari ibu pembawa buta warna dan ayah yang buta warna.


Bagaimana buta warna dideteksi? 
Buta warna yang dibawa secara genetis biasanya baru diketahui ketika anak sudah mulai agak besar, yaitu ketika si anak mulai belajar mengenali warna (usia TK). Untuk memastikan jenis dan derajat buta warna, dapat dilakukan berbagai uji. Salah satunya yang cukup sering digunakan adalah uji isokromatik Ishihara.



Dapatkah disembuhkan?
Buta warna yang diturunkan secara genetis bukan lagi penyakit, melainkan kelainan. Sehingga tidak dapat disembuhkan. Namun buta warna yang didapat karena faktor selain genetis, lebih memiliki peluang untuk disembuhkan.

Apakah membahayakan?
Tidak membahayakan. Seorang penderita buta warna dapat beraktivitas seperti orang normal lainnya. Namun, buta warna memiliki dampak negatif yang dapat mempengaruhi hidup sang penderita.
  1. Sudah pasti, penderita tidak dapat  mengenali beberapa warna. Terlebih penderita buta warna tipe monokromatis yang hanya mengenali warna hitam, putih, abu-abu.
  2. Penderita yang ingin menjadi anggota militer, dokter, pemadam kebakaran, pelukis, arsitek, pilot, atau mekanik elektrik, mungkin akan kesulitan mencapai mimpinya.
  3. Untuk masuk ke perguruan tinggi tertentu, harus lolos tes bebas buta warna.
  4. Penderita akan kesulitan mendapatkan SIM karena untuk memperoleh SIM harus lolos tes bebas buta warna.
  5. Mungkin juga akan berpengaruh pada kehidupan percintaan sang penderita, mengingat penyakit ini bersifat menurun.
Jika Anda bukan penderita buta warna, bersyukurlah! Pergunakan nikmat melihat itu dengan sebaik-baiknya. Jika Anda penderita buta warna, tetaplah bersyukur! Di luar sana, masih banyak orang yang bahkan tidak dapat melihat. :D


Read More»»

Malam Lebaran

Malam Lebaran
Bulan di atas kuburan

Sitor Situmorang


Parafrase Puisi:
Lebaran, sebagaimana dipahami banyak orang, merupakan saat-saat penuh kebahagiaan bagi umat yang merasa dirinya beriman setelah berhasil menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tak dapat disangkal, apa pun pangkat, kedudukan, dan status sosialnya, nyaris semua orang tenggelam dalam euforia hari raya itu. Mudik, makan ketupat, parsel makanan, baju baru, silaturahmi, berebut uang fitrah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Benarkan yang demikian ini disebut sebagai hari kemenangan? Dalam puisinya yang berjudul Malam Lebaran, Sitor Situmorang memberikan pandangan yang berbeda mengenai hari lebaran. Dengan kepiawaiannya membangun simbolisme dan kekuatan menciptakan citraan, Sitor berhasil menyampaikan sebuah kritik terhadap kesalahkaprahan masyarakat dalam memaknai hari lebaran.

Beberapa sumber mengatakan, puisi Malam Lebaran ini dilatarbelakangi oleh peristiwa yang terjadi pada malam lebaran ketika Sitor Situmorang hendak pergi ke rumah Pramoedya Ananta Noer. Ternyata ia tersesat. Ketika ia tersesat, ia melihat sebuah tembok putih. Ia penasaran apa yang ada di baliknya. Ia pun melongokkan kepalanya dan berkata, “Oo, kuburan.” Kemudian ia melanjutkan perjalanannya mencari rumah Pramoedya. Rupanya peristiwa tersebut meninggalkan kesan mendalam dalam benak Sitor sehingga ia pun mengabadikannya dalam sebuah puisi dan menggunakan simbol-simbol “bulan” dan “kuburan” untuk menjelaskan realita malam lebaran yang terjadi pada kebanyakan masyarakat kita. Kata “bulan” menggambarkan kebahagiaan dan kemeriahan malam lebaran. Sedangkan kata “kuburan” menggambarkan kepedihan kaum tak berpunya yang bahkan bingung harus makan apa pada keesokan harinya. Sehingga frase “bulan di atas kuburan” dapat diartikan sebagai keterasingan kaum tak berpunya di antara meriahnya malam lebaran.

Lebaran tidak semestinya digunakan sebagai momentum untuk berhura-hura. Ada yang terlupa bahwa di balik kemeriahan malam lebaran, ada juga ketragisan hidup. Tidak sedikit saudara-saudara kita yang masih harus “berpuasa” dan mengalami kelaparan pada hari bahagia itu. Mereka tidak bisa mudik dan terlibat dalam hiruk-pikuk penyambutan lebaran di kampung halaman. Situasi dan keadaan yang kurang menguntungkan memaksa mereka untuk meniadakan momentum lebaran dalam kamus hidup mereka. Mereka hanya bisa mendengarkan gema suara takbir yang terdengar pilu, sepeti menikmati lengkingan orkestra yang tragis dan menyayat nurani. Pada hari itu, kita juga berpisah dengan bulan yang seharusnya menjadi bulan yang kita nantikan kedatangannya. Kapan lagi kita dapat menemukan bulan di mana setan-setan dibelenggu, pahala diobral besar-besaran, pintu surga dibuka lebar-lebar, serta pintu neraka ditutup rapat-rapat? Bukankah seharusnya kita bersedih?

Ramadhan bukan sekedar bulan di mana kita, sebagai orang beriman, diwajibkan menahan lapar dan dahaga. Pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, kita dapat memperoleh rahmat Allah. Mereka yang ingin mendapatkannya berlomba-lomba meningkatkan amalan baiknya. Pada sepuluh hari kedua, ampunan Allah diturunkan ke bumi. Dan pada sepuluh hari terakhir, ada satu malam yang jika kita mendapatkannya maka kebaikannya sama dengan amalan selama seribu bulan. Malam ini biasa disebut Lailatul Qadr atau disebut malam pembebasan dari siksa api neraka.

Yang lebih sering terjadi di masyarakat kita, justru bukan tangisan sedih ditinggal bulan ramadhan. Pada malam lebaran, hal-hal yang bersifat keduniawian justru semakin penuh sesak. Pasar tradisional, toko sembako, mall-mall, hingga jalan raya, tidak pernah sepi dari hiruk pikuk manusia. Nyaris sama dengan sesaknya hati kaum tak berpunya yang tidak tahu harus membelanjakan apa untuk hari raya pada keesokan harinya.

Kekontrasan tersebut seharusnya berganti dengan renungan dan doa-doa panjang sebagai wujud pengharapan atas ampunan Allah. Itulah yang disebut dengan sebenar-benarnya hari kemenangan, ketika umat manusia berhasil mengalahkan hawa nafsunya dan meningkatkan kualitas diri. Bukan tetap sama saja, sibuk dengan urusan dunia.

Read More»»

Saturday, September 17, 2011

Kita: Butir Pasir

Kita batu yang melapuk
Hanya butir pasir berserak di hamparan zaman
Mengepak sayap dalam hembusan angan
Itulah kita!
yang mengepung diri dalam fana

Kita batu yang melapuk
Hanya kehinaan yang berbangga diri
Letih tertatih dalam takdir
Beginilah kita!
Yang sengaja terjebak dalam fatamorgana

Kita butir pasir yang bodoh
Hanya sosok buta yang mengembara
Meraba-raba di manakah sebenarnya muara?
Read More»»

Saturday, September 10, 2011

Mentari Pelupuk Senja

dia masih saja sama
seperti mentari melambai di pelupuk senja
menyisa dingin di antara gelap gulita


9 September 2011

Read More»»