Buta warna, seperti namanya, merupakan sebuah penyakit -lebih tepat disebut kelainan-, yang menyebabkan seseorang tidak mampu membedakan warna. Masyarakat sering salah kaprah mengenai penyakit ini. Banyak yang mengira penderita buta warna hanya mampu menerjemahkan warna hitam dan putih saja. Padahal sebenarnya penyakit ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe buta warna, di antaranya:
- Monokromasi, tipe inilah yang paling dikenal oleh orang umum. Kondisi ini ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina.
- Dikromasi, yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Dikromasi dibagi menjadi 3, yaitu:
- Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah atau perpaduannya kurang.
- Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau.
- Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan.
- Trikomasi, yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitivitas warna dari satu atau lebih sel kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh orang-orang. Ada tiga klasifikasi turunan pada trikomasi:
- Protanomali, seorang buta warna lemah mengenal merah.
- Deuteromali, warna hijau akan sulit dikenali oleh penderit.
- Trinomali, kondisi di mana warna biru sulit dikenali penderita.
Faktor utama terjadinya buta warna adalah faktor genetis, di mana sifat-sifat buta warna itu mau tidak mau menurun sejak manusia itu lahir dan akan diturunkan pula ke generasi penerus mereka. Sifat-sifat ini berupa genotipe (sifat yang tidak tampak dari luar) yang akan dimanifestasikan ke dalam fenotip (sifat yang tampak dari luar). Manusia memiliki 46 kromosom, yang tersusun atas 44 autosom dan 2 gonosom. Gonosom XX untuk perempuan dan XY untuk laki-laki. Autosom maupun gonosom inilah yang akan membawa sifat-sifat tersebut.
Laki-laki dan perempuan memiliki autosom yang sama, baik dari segi jumlah maupun jenis. Oleh karena itu, apabila suatu sifat dihantarkan melalui autosom, maka laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan maupun tidak mendapatkan sifat tersebut.
Lain halnya apabila gonosom yang membawa sifat-sifat. Seperti yang kita ketahui, laki-laki dan perempuan memiliki gonosom yang berbeda, yaitu laki-laki XY dan perempuan XX. Oleh karena itu, apabila suatu sifat terkait dengan kromosom tertentu, misalnya X, maka sifat tersebut akan lebih mudah diturunkan pada laki-laki, karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X. Dan akan diturunkan pada perempuan apabila kedua kromosom X menggandeng sifat-sifat tersebut. Apabila hanya salah satu kromosom X-nya yang membawa sifat-sifat tersebut, maka penurunan sifat belum tentu terjadi. Kebanyakan hanya akan membuat perempuan tersebut menjadi carrier atau pembawa sifat. Ia tidak mendapatkan sifat tersebut secara fenotip, namun akan menurunkan sifat tersebut pada anaknya. Dan apabila sifat tersebut terkait dengan kromosom Y, dapat dipastikan sifat tersebut tidak akan diturunkan pada perempuan, yang notabene kedua kromosomnya adalah X.
Namun dalam kasus buta warna, buta warna diturunkan oleh kromosom X. Mungkin penjelasan yang rumit di atas dapat dipersingkat melalui penjelasan dalam gambar di bawah ini:
Karena itulah buta warna lebih sering ditemukan pada pria (7-8%) daripada wanita (0.4-0.5%). Seorang ayah yang buta warna dapat memiliki anak perempuan normal yang pembawa buta warna ataupun anak laki-laki yang buta warna. Apabila wanita pembawa buta warna menikah dengan pria normal sekalipun, ia masih mungkin memiliki anak laki-laki yang buta warna. Anak perempuan buta warna hanya mungkin dihasilkan dari ibu pembawa buta warna dan ayah yang buta warna.
Bagaimana buta warna dideteksi?
Buta warna yang dibawa secara genetis biasanya baru diketahui ketika anak sudah mulai agak besar, yaitu ketika si anak mulai belajar mengenali warna (usia TK). Untuk memastikan jenis dan derajat buta warna, dapat dilakukan berbagai uji. Salah satunya yang cukup sering digunakan adalah uji isokromatik Ishihara.
Dapatkah disembuhkan?
Buta warna yang diturunkan secara genetis bukan lagi penyakit, melainkan kelainan. Sehingga tidak dapat disembuhkan. Namun buta warna yang didapat karena faktor selain genetis, lebih memiliki peluang untuk disembuhkan.
Apakah membahayakan?
Tidak membahayakan. Seorang penderita buta warna dapat beraktivitas seperti orang normal lainnya. Namun, buta warna memiliki dampak negatif yang dapat mempengaruhi hidup sang penderita.
- Sudah pasti, penderita tidak dapat mengenali beberapa warna. Terlebih penderita buta warna tipe monokromatis yang hanya mengenali warna hitam, putih, abu-abu.
- Penderita yang ingin menjadi anggota militer, dokter, pemadam kebakaran, pelukis, arsitek, pilot, atau mekanik elektrik, mungkin akan kesulitan mencapai mimpinya.
- Untuk masuk ke perguruan tinggi tertentu, harus lolos tes bebas buta warna.
- Penderita akan kesulitan mendapatkan SIM karena untuk memperoleh SIM harus lolos tes bebas buta warna.
- Mungkin juga akan berpengaruh pada kehidupan percintaan sang penderita, mengingat penyakit ini bersifat menurun.